Rabu, 27 Mei 2009

Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan

MANAJEMEN STRATEGIK DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

Diresume dari Buku : manajemen Starategik dalam peningkatan mutu
pendidikan
Karya : Dr.H. Syaiful Sagala, M.Pd.

I. Sekolah Sebagai Bagian Sistem Pendidikan
Pendidikan adalah karya bersama yang berlangsung dalam suatu pola kehidupan insani tertentu. Menurut Webster’s New World Dictionary (1962), Pendidikan adalah “Proses pelatihan dan pengembangan pengetahuan, keterampilan, pikiran karakter, dan seterusnya, khususnya lewat persekolahan forma”. Pemahaman mengenai pendidikan mengacu pada konsep tersebut menggambarkan bahwa pendidikan memiliki sifat dan sasarannya yaitu manusia.
Ilmu pendidikan menyusun batang tubuh pengetahuan teoritis berdasarkan epistemology keilmuan secara logis, analitis, sistematis dan teruji dengan mengembangkan postulat, asumsi, prinsip, dan konsep pendidikan. Atas dasar pikiran tersebut, dibangun teori-teori pendidikan dengan dibantu oleh teori-teori keilmuan di luar bidang pendidikan yang dapat membantu arti dan makna pendidikan. Ilmu pendidikan juga disebut juga padagogik, yaitu merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu “padagogics”. Padagogics sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu “pais” yang artinya anak, dan “again” yang artinya membimbing.
Dari pengertian itu dapat dipahami bahwa pendidikan mengandung pengertian “bimbingan yang diberikan pada anak”. Orang memberikan bimbingan kepada anak disebut pembimbing atau ”pedagog” . Dalam perkembangannya, istilah pendidikan (pedagogy) berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan pada anak atau orang dewasa secara sadar dan bertanggung jawab, baik mengenai aspek jasmaninyamaupun aspek rohaninya menuju ke tingkat kedewasaan anak. Jika anak telah dewasa dalam arti jasmaniah dan rohaniah, maka berarti pendidikan itu telah selesai.
Teori pendidikan terutama besumber dari filsafat, psikologi, dan antropologi yang menjelaskan realitas pendidikan (educational reality) dari pengalaman pendidikan (educational experience) dan objeknya sebagai dasar dari suatu teori. Teori pendidikan menurut Barnadib (1996:8) adalah pengetahuan tentang makna dan bagaimana seyogyanya pendidikan itu dilaksanakan, sedangkan praktik adalah tentang pelaksanaan pendidikan secara konkretnya (nyatanya).
Ilmu pendidikan adalah ilmu yang secara sistematis dan sistematik mempelajari interaksi sosial budaya antar peserta didik dan pendidik (1) berlqangsung secara sadar, walaupun dalam pelaksanaannya berbagai unsur dari interaksi tersebut dapat berlangsung tanpa disadari atau disengaja. (2) terwujud melalui media tertentu, dalam situasi dan lingkungan tertentu, di sekolah maupun di luar sekolah secara berkesinambungan; (3) dapat ditinjau dari aspek mikro maupun makro; dan (4) selalu sarat makna, yaitu subjek dan objek tidak dapat dilihat terpisah satu dengan yang lainnya dalam menjelaskan realitas pendidikan.
Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan membantu siswa mendewasakan dirinya, sebagai pribadi, bermoral, dan bertanggung jawab. Ilmu pendidikan memiliki objek studi, isi dan metoda kerja yang memebedakannnya dari ilmu lain. Pendidikan seumur hidup sebuah sistem konsep pendidikan yang memerangkan keseluruhan peristiwa kegiatan belajar mengajar yang berlangsung dalam keseluruhan hidup manusia. Sebelum anak memasuki pendidikan formal di sekolah, Anak tersebut lebih dahulu mendapatkan pendidikan informal di keluarga.
Pada dasarnya, pendidikan baik yang bersifat informal, formal dan nonformal adalah usaha manusia (pendidik) yang dilakukan secara sadar dan terencana dengan penuh tanggung jawab membimbing anak-anak didik menjadi kedewasaan baik fisik maupun psikis. Dalam buku “Republika” oleh Plato (427-327 BC) pada zaman peradaban Yunani pendidikan formal dikonsepsikan sebagai proses penyiapan tiga tipe manusia sebagai warga pendukung terwujudnya negara ideal.
Ketiga tipe manusia itu (1) pemikir, sebagai pengatur Negara; (2) kesatria, sebagai pengaman Negara; dan (3) pengusaha, sebagai penjamin kemakmuran dan kesejahteraan Negara dengan segenap warganya (makmum, 2000:20). Pendidikan yang mendesain menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) pada tingkat kualitas global ini, mununjukkan bahwa lembaga pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, desain pendidikannya diarahkan untuk menyiapkan SDM dengan kualitas global atau internasional yaitu.
1. ilmuwan juga pemikir seperti fisikawan, ekonom, sosiolog, dan berbagai bidang ilmu lainnya yang aktif dalam bidang penelitian dan pengembangan yang kompetitif pada tingkat global.
2. politisi, negarawan, diplomat dan sebagainya setelah memperoleh ilmu pengetahuan difasilitasi dengan berbagai kegiatan organisasi sampai pada taraf internasional.
3. pengusaha seperti pedagang antar Negara, ekspor dan impor, dan sector usaha lainnyayang mampu bersaing pada tingkat internasional.
4. kesatria atau perwira yang mempunyai kemampuan tingkat internasional baik pada anagkatan darat, angkatan laut, angkatan udara, juga kepolisian.
5. agamawan atau ulama yang memiliki kewibawaan pada tingkat internasional.
Setelah pemerintah dan masyarakat melalui program penyelenggaraan suatu pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan menyiapkan SDM berkualitas internasional, maka disipkan pula SDM Berkualitas nasional, melalui jalur pendidikan dasar, menengah, dan perfuruan tinggi pada tingkat nasional baik pada birokrasi pemerintaha, sector swasta, dan wirausaha berbagai sektor dan berbagai bidang kehidupan sebagai berikut.
1. ilmuan atau akademis pada berbagai disiplin ilmu yang mengembangkan ilmunya di berbagai perguruan tinggi maupun lembaga penelitian dan pengembangan pada instansi pemerintah maupun swasta yang ada diseluruh Indonesia.
2. politisi, negarawan dan sebagainya yaitu SDM yang menempati posisi eksekutif, legislatif, dan yudikatif pada tatar nasional.
3. perwira tinggi dan pewira menengah pada semua angkatan dan polri yang pada pengembangannya karirnya dapat sampai pada taraf internasional.
4. ulama sebagai pengawal moral bangsa pada tingkat nasional.
Sistem, model, dan strategi pendidikan yang demikian itu memeng memerlukan biaya, tenaga guru dan kependidikan, serta fasilitas belajar yang memenuhi syarat. Menyiapkan SDM berkualitas Regional, mulai pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi untuk mengisi posisi-posisi penting pada tingkat regional provinsi dan kabupaten/kota sebagai berikut.
1. Intelektual dan ilmuan berbagai bidang keilmuan
2. politisi pada klembagaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif
3. pengusaha industri, jasa, pertanian, dan sektor lainnya
4. perwira pertama, menengah dan tinggi
5. ulama sebagai pengawal ideologi dan moral bangsa
Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah memeprsiapkan hidup (Mudyahrdjo, 2001:4). Pendidikan bertujuan memenuhi seperangkat hasil pendidikan yang dapat dicapai oleh peserta didik setelah diselenggarakannya kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan dilaksanakan bertingkat (1) tujuan pendidikan nasional yang hendak dicapai dalam system pendidikan yang berskala nsional. Tujuan Pendidikan Nasional (TPN) oleh UUSP No. 20 tahun 2003 Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan; (2) tujuan institusional yaitu tujuan yang hendak dicapai oleh suatu lembaga pendidikan atau satuan pendidikan tertentu; (3) tujuan kurikulum yaitu tujuan yang hendak dicapai oleh suatu bidang ilmu atau program studi, bidang studi, mata pelajaran, dan suatau ajaran yang disusun berdasarkan tujuan institusional; dan (4) tujuan instruksional atau tujuan pengajaran yaitu tujuan yang hendak dicapai setelah selesai diselenggarakan suatu proses pembelajaran disususn berdasarkan tujuan kurikulum sesuai pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang dituangkan dalam alokasi waktu tertentu. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa, tujuan pendidikan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya dan menguasai ilmu pengetahuan, dengan sasaran menjangkau segenap peserta didik dari semua jenis dan kategori umur (sepajang hayat).
Fungsi Pendidikan
UUSPN No. 20 tahun 2003 bmenegaskan bahwa fungsi pendidikan mengembagnkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Fungsi-fungsi yang pekerja dalam pencapaian tujuan pendidikan disebut proses pendidikan yaitu runtutan perubahan atau peristiwa pendidikan yang mengalami perkembangan atau kemajuan dari waktu ke waktu. Proses belajar di sekolah berfungsi sebagai pengarah bagi penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, keterampilan, seni dan sikap yang akan diperoleh manusia yang belajar untuk mengembangkan potensi dirinya memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan meningkatkan mutu kehidupan dan martabat masyarakat Indonesia dalam mewujudkan tujuan pendidikan nsional dan tujuan pembangunan nasional. Dapat ditegaskan fungi sekolah antara lain menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pembelajaran dengan prinsip inovatif, kreatif, efektif, dan berprestasi guna mempersiapkan siswa yang berkualitas untuk hidupm dalam masyarakat memeanfaatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan atau mengikuti pendidikan berikutnya.
Sifat dan Produk pendidikan
Sifatnya ilmu pendidikan menurut Konsorsium ilmu Pendidikan (1991:4) merupakan disiplin keilmuan tersendiri dan menghasilkan konsep-konsep dasar, teori-teori tentang pendidikan seperti belajar dengan berbuat (Learning by doing), bleajar bebas, pendidikan sepanjang hidup (longlife education), belajar mencapai kemandirian; dan (2) di samping itu ilmu pendidikan menerapkan konsep-konsep dasar, teori-teori yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu yang lain seperti filsafat, psikologi, sosiologi, admistrasi, manajemen, antropologi, politik, dan ekonomi yang memeng diperlukan baik untuk memeprkaya konsep/teori kependidikan yang ada maupun untuk meningkatkan upaya rekayasa pendidikan.ada lima komponen inti ilmu pendidikan sebagai berikut,
1. Kurikulum yaitu seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pengajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
2. Belajar yang merupakan komponene ilmu pendidikan yang berkenan dengan proses pelaksanaan interaksi ditinjau dari sudut peserta didik.
3. Mendidik dan mengajar, yang merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan proses pelaksanaan interaksi ditinjau dari sudut pendidik.
4. Lingkungan pendidikan yang merupakan komponene ilmu pendidikan yang berkenaan dengan situasi yaitu interaksi tersebut berlangsung beserta unsur-unsur penunjangnya.
5. Penilaian, yang merupakan komponene ilmu pendidikan yang berkenaan dengan cara mengetahui tujuan yang ingin dicapai melalui interaksi tersebut telah terwujud dalam diri peserta didik.
Fungsi produksi dalam pendidikan menurut Levin (1974-1976) berhubungan dengan kepandaian siswa, karena inefesiensi yang muncul yaitu sekolah tidak dioperasikan pada apa yang diketahui sebagai production frontier, Sumber tidak dikaitkan dengan penggunaan teknologi, dan sekolah tidak merespon keinginan masyarakat. W.G.Molenkopt dan Donal Melville (1956) mengemukakan fungsi produksi pendidikan berhubungan secara signifikan dengan keberhasilan sisiwa dan memiliki kemampuan bersaing dengan cara-cara yang sportif dan bertanggung jawab. Konsep-konsep dasar/metode berpikir bidang ilmu, teknologi, seni, serta teori dan konsep pendidikan yang berlaku dipelajari secara utuh, sehingga produknya adalah ada pemahaman menyeluruh.
Yaitu mengenai konsep dan pola piker ilmu pendidikan maupun implikasinya. Terhadap mutu layanan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan. Produk pendidikan memiliki budaya yang didefinisikan sebagai masyarakat yang berberadaban dan berbudaya, memiliki kebebasan yang merefleksikan kreatifitas dalam dinamikanya secara komprehensif menuju kehidupan yang sejahtera diatur oleh norma hokum yang kuat, sebagaimana dicita-citakan seluruh masyarakat dan bangsa.
Sistem Pendidikan Nasional
Lembaga pendidikan sebagai suatu organisasi tempat berlangsungnya administrasi dan manajemen pendidikan, tumbuh menjadi besar yang kemudian permasalahannya akan menjadi kompleks dalam suatu system pendidikan nasional. Sistem sebagai suatu keseluruhan yang utuh yang hidup dan sengaja dirancang dengan komponennya yang berkaitan dengan perkiraan untuk berfungsi secara terpadu demi tercapainya tujuan-tujuan yang sebelumnya telah ditetapkan, yaitu tujuan akan menentukan makna dari sistem pendidikan nasional adalah alat dan tujuan yang mencapai cita-cita pendidikan nasional.
Ciri-ciri sistem pendidikan nasional berakar pada kebudayaan nasional berdasarkan Pancasila, merupakan suatu kebulatan yang dikembangkan dalam usaha mencapai tujuan nasional, mencakup jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah.
Sistem menurut Immegart (1972:5) merupakan satu kesatuan yang utuh dengan bagiannya yang tersusun secara sistematis yang mempunyai relasi yang satu dengan yang lainnya sesuai dengan konteksnya (Pidarta, 1988:25). Sedangkan pendekapan system adalah cara berpikir dan bekerja menggunakan konsep-konsep teori system yang relevan dalam memecahkan masalah. Ditinjau dari sudut manajemen sistem, pendekatan system yang bertitik tolak pada pragmatis untuk mencapai manfaat, dengan mempergunakan metode sintesis atau memaduka unsur-unsur menjadi kesatuan, untuk mengintegrasikan operasi-operasi kerja melalui perancangan operasional menekankan pada jarinagn hubungan unsur-unsurnya (Mudyahardjo, 2001:40). Sistem pendidikan dan program pendidikan nasional memeperhatikan asa pemerataan dan keadilan yang diwujudkan dalam bentuk mendapatkan kesempatan yang sama bagi warga negara untuk memperoleh pendidikan. Suatu proses pendidikan selalu berkaitan dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), peningkatan kulitas kehidupan dan kondisi suatu masyarakat, dalam perkembangan dan pertumbuhannya tidak dapat dipisahkan dari sistem hidup. Peningkatan kualitas hidup masyarakat sebagai produk pendidikan ditandai dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peningkatan kualitas keterampilan.
Hieraki Profesi Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan bertugas memberikan layanan teknis kependidikan di sekolah untuk meningkatkan mutu manajemen sekolah. Tugas pekerjaan penelitian dan pengembangan (yang mugkin diorganisasikan baik di tatar makroskopik maupun mesoskopiknya) yang dilakukan oleh peneliti, selain itu dalam sistem pendidikan yang mengaju pada peningkatan mutu secara terus menerus masih terdapat berbagai kegiatan penunjang penyelenggaraan pendidikan seperti laboratorium oleh labora, perpustakaan oleh pustakawan, pusat sumber belajar, instalasi/studio, asrama, usaha kesehatan sekolah, dan UPT lainnya.
Teori Ilmu Pengetahuan dalam Struktur Ilmu Pendidikan
Teori-teori ilmu pengetahuan yang dapat digunakan bidang keahlian struktur internal ilmu pendidikan ini antara lain filsafat (untuk memahami ontology, epistemology, dan aksiologi ilmu pendidikan). Psikologi untuk memahami perilaku dan fenomina psikis dalam belajar. Sosiologi untuk memahami lingkungan social masyarakat yang berkaitan dengan pendidikan. Antropologi untuk mengenal eksistensi anak sebagai manusia yang berbudaya. Ekonomi untuk menghitung unit cost dan anggaran yang diperlukan dalam pengelolaan pendidikan juga dapat menghitung tingkat pengembaliannya dalam bentuk penyediaan sumber daya manusia, dan sebagainya.
Problematika Administrasi dan Manajemen Sekolah
a. Team Work Sekolah
Berbagai penelitian yang berkaitan dengan keefektifan sekolah menyimpulkan bahwa kelemahan utama manajemen pendidikan adalah pada team working yang tidak solid. Tidak semua personal pada satuan pendidikan pimpinanya selalu memiliki orang-orang tertentu sebagai orang kepercayaan, meskipun orang itu menurut pandangan personal lainnya atas dasar pengalaman bekerja sama sesungguhnya tidak terlalu istimewa. Jika model manajemen yang demikian ini berkepanjangan yaitu berlanjut terus menerus, seberapa besarpun anggaran yang disediakan oleh pemerintah atau masyarakat terhadap lembaga tersebut untuk penyelenggaraan pendidikan, seberapa banyakpun penataran dan pelatihan yang disediakan pemerintah untuk guru dan tenaga kependidikan tetap saja mutu manajemen dalam keadaaan yang buruk dan hasilnya mengecewakkan karena mutunya rendah.
b. Kompleksitas Birokrasi Pendidikan
Dalam pasal 1 ayat 10 UUSPN No. 20 tahun 2003 mengatakan suatu pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada jenjang dan jines pendidikan. Hal ini berarti Dinas Pendidikan di Provinsi dan Kabupaten/Kota merupakan unsur pelaksanaan Pemerintah daerah. Oleh karena itu persyaratan pejabat yang ada pada lingkungan Dinas Pendidikan adalah persyaratan pengangkatan jabatan pada Pemerintah Daerah yaitu pengangkatan jabatan pada pendidikan pada umumnya atas dasar golongan pengangkatan, pendidikan kedinasan, eleson jabatan sebelumnya, dan DP3 terakhir bukan atas dasar profesionalisasipendidikan dalam arti berijasah pendidikan dan pengalamannya dalm bidang pengelolaan pendidikan. Pernyataan diatas ini diperjelas oleh PP No. 38 tahun 1992 Pasal 4 Ayat 1 mengatakn hirarki yang diberlakukan untuk tenaga pendidik di masing-masing satuan pendidikan didasarkan atas dasar wewenang dan tanggung jawab dalm kegiatan belajar mengajar, Ayat 2 mengatakan hirarki yang diberlakukan untuk tenaga kependidikan yang bukan tenaga pendidik didasarkan pada pengaturan wewenang dan tanggung jawab masing-masing.
c. Sekolah dalam Birokrasi Pemerintah
Birokrasi cenderung memeprlakukan kepala sekolah hanya sebagai pelaksana teknis dari unit kerja mereka, bukan dipandang sebagai pemimpin institusi professional kependidikan yang memiliki otonomi atas dasar professional tersebut.
d. Kinarja Guru Kinerja Pengawas Sekolah
Kinerja guru selama ini terkesan tidak optimal.Guru melaksanakan tugasnya hanya sebagai kegiatan rutin, ruang kreatifitas. Inovasi bagi guru relatif tertutup dan kreatifitasnya, guru tersebut cenderung dinilai membuang-buang waktu dan boros.
e. Kinerja Pengawasan Sekolah
Ketika Dinas Pendidikan menyusun rencana strategi hasil kerja pengawas tidak menjadi bahan pertimbangan yang penting untuk menyusun rencana kerja selanjutnya sebagai upaya perbaikan mutu pendidikan yang lebih baik.
f. Manajemen Sekolah
Tiga faktor yang menyebabkan manajemen sekolah tidak efektif yaitu (1) umunya kepala sekolah memiliki otonomi sangat terbatas dalam mengelola sekolah dan memutuskan pengalokasian sumber daya;(2) kepala sekolah diidentifikasi kurang memiliki keterampilan mengelola sekolah dengan baik; dan (3) kecilnya peran serta masyarakat merupakan bagian dari peran kepemimpinan kepala sekolah.
II. Konsep Administrasi dan Manajemen Sekolah
Secara teoritik pengertian administrasi melayani secara intensif, sedangkan secara etimologis administrasi dalam bahasa Inggris “administer” yaitu kombinasi dari kata latin yang terdiri dari AD dan MINISTRARE yang berarti “to serve” melayani, membantu dan memenuhi. Lebih jelas lagi, kata AD berarti intensif sedang MINISTRARE berbentuk kata benda yang berarti melayani secara intensif dan mengarahkan. Jadi, secara etimologis administrasi adalah melayani secara intensif dan administrasi sekolah adalah melayani secara intensif yaitu pada intinya melaksanakan layanan belajar. Kata “administration” dan kata “administrativus” yang kemudian dalam bahasa Inggris menjadi “administration” dan dalam bahasa Indonesianya administrasi.
Selain itu Indonesia dikenal istilah administratie yang berasal dari bahasa Belanda yang pengertiannya lebih sempit, sebab terbatasnya pada aktivitas ketatausahaan yaitu kegiatan penyusunan keterangan secara sistematis dan pencatatan secara tertulis secara keterangan yang diperoleh dan diperlukan mengenai hubungannya satu sama lain.dilihat dari kedudukan dan perananya administrasi dan manajemen bukanlah ilmu yang eksklusif berdiri sendiri, tetapi ilmu ini tumbuh dan berkembang dengan didukung oleh ilmu-ilmu social sepereti sosiologi, antropologi, politik, psikologi, ekonomi, dan hukum.
Administrasi sekolah sebagai proses manajemen ditunjukkan untuk melihat apakah pemanfaatan sumber-sumber daya sekolah yang ada sudah diberdayakan secara optimal dalam mencapai tujuan dan apakah sudah mencapai sasaran yang ditetapkan. Kemudian apakah dalam mencapaian tujuan tidak terjadi pemborosan dilihat dari penggunaan sumber daya. Sumber daya yang dimaksud merupakan SDM, dana, fasilitas belajar, sarana dan prasarana sekolah, serta waktu. Dari berbagai hasil penelitian tampak bahwa dalam proses belajar dan mengajar, ternyata sumber daya sekolah yang tersedia belum dimanfaatkan secara baik, sering pula ditemukan waktu konta guru dan peserta didik di kelas tidak dimanfaatkan secara baik hanya sekadar melepaskan waktu-waktu pelaksanaan tugas.
Oleh karena itu, sekolah sebagai industri jasa proses linier atau sirkuler. Proses linier adalah model proses manufaktur yang terapkan dalam organisasi sekolah. Sedangkan pada proses sirkuler, sekolah sebagai penghasilan jasa pendidikan dan para pengelola sekolah adalah pengguna jasa internal yang dapat menerima masukan dari pengguna jasa tertier, dalam arti kebutuhan dari pengguna jasa pendidikan yaitu siswa dan orang tua siswa.
Ruang lingkup pembahasan administrasi sekolah difokuskan pada profesionalisme pengelola sekolah oleh tenaga kependidikan sebagai suatu sistem administrasi dilihat dari segi kelembagaan sekolah dan profesionalisme pengajaran oleh tenaga pendidik dilihat dari manajemen pembelajaran di kelas maupun tempat kegiatan belajar lainnya. Kedua hal ini sebagai bagian dari terintegrasi dalam kegiatan operasional sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.
Mempelajari administrasi sekolah bagi para pengelola sekolah dan masyarakat yang peduli terhadap sekolah dimaksudkan untuk memberi pemahaman yang komprehensif dan mengembangkan keterampilan serta kemampuan bidang administrasi sekolah untuk menunjang efektivitas dan efisiensi tugasnya sebagai guru dalam kegiatan pembelajaran atau pimpinan sekolah dan tenaga kependidikan lainnya dalam pengelolaan sekolah.
Administrasi pendidikan juga dapat dilihat dari segi komunikasi. Komunikasi memainkan peranan penting dalam menggerakkan organisasi, komunikasi yang tersumbat menjadikan organisasi bergerak lambat dan tidak akan mampu bersaing. Akhirnya para guru, tenaga kependidikan dan kepala sekolah harus memahami secara utuh admistrasi sekolah, mampu dan terampil menerapkannya dalam penyelenggaraan program sekolah.
Manajemen didefinisikan oleh bParker Follet (Daft dan Steers, 1986) sebagai “the art of getting things done through people” atau diartikan lebih luas sebagai proses pencapaian tujuan melalui pendayagunaan sumber daya manusia dan materil secara efisien (Boford dan Bedeian, 1988).
Koont O Donnel (1984) mengemukakan bahwa:”management is the process of designing and maintaining an environtment in which individuals, working together in groups, efficiency accopmplish selected aims. This basic definition needs to be expanded (1)as manager people carry out the managerial function of planning, oorganizing, straffing, leading and controlling; (2) management applies to any kind of organization; (3) it applies to managers at all organization level; (4) the aim of oll managers is the same to create a surplus: and (5) managing is concerned with productivity; this implies effectiveness and afficiency”.
Pengertian tersebut mengandung makna bahwa manajemen adalah proses merencanakan dan memeprtahankan lingkungan di mana individu dapat bekerja sama dalam kelompok, secara efisien dalam rangka mencapaiu tujuan. Pengertian ini memberi arti (1) sebagai manajer melaksanakan fungsi manajemen antara lain; perencanaan, pengorganisasian, pembagian staf, mengarahkan dan pengawasan; (2) menerapkan manajemen untuk kebaikan organisasi; (3) berlaku untuk manager pada setiap level organisasi; dan (4) tujuan setiap manager adalah sama untuk mencapai surplus, dimana manajer concern terhadap produktifitas dan etos kerja yang tinggi berimplikasi efektivitas dan efisiensi.
Uraian diatas menegaskan bahwa manajemen sekolah adalah proses dan intansi yang memimpin dan membimbing penyelenggaraan penyelenggaraan pekerjaan sekolah sebagai suatu organisasi dalam mewujudkan tujuan pendidikan dan tujuan sekolah yang telah ditetapkan. Karena ini prinsip-prinsip manajemen sekolah yang dapat dipegang adalah memperoleh hasil yang paling efektif melalui orang-orang yang professional mengacu pada visi dan misi sekolah dengan jalan melakukan proses manajemen, yakni manjalankan fungsi pokok program sekolah yang ditampilkan oleh seorang manajer atau pimpinan sekolah sebagai penaggung jawab institusi sekolah, guru sebagai penggung jawab pelayanan teknis kependidikan di sekolah yang menerapkan fungsi-fungsi manajemen yaitu: perencanaan (planning) program kegiatan sekolah, pengorganisasian (organizing) tugas-tugas pokok sekolah, penggerakkan (actuating) seluruh system sekolah, dan pengawasan (controlling) kinerja sekolah.
Focus manajemen sekolah memungsikan dan mengoptimalkan kemampuan menyusun rencana sekolah dan rencana anggaran, dan memngsikan masyarakat untuk berpartisipasi mengelola sekolah.
Menurut UUSPN NO. 20 tahun 2003 Pasal 4 ayat 1 manajemen pendidikan dielenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta ntidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, dan kemajemukan bangsa. Hal ini memberikan tuntuna bahwa kepala daerah sebagai penanggung jawab pendidikan harus mampu membuat rencana pembangunan pendidikan yang lebih transparan berbasis keunggulan lokal. Transparan berarti mengikutsertakan kelompok kepentingan pendidikan dan keunggulan lokal berarti mampu mengangkat isu potensi local menjadi keunggulan. Di lihat dari hak dan kewajiban sekolah, maka setiap sekolah dapat mengetahui kapan sekolah itu akan memperoleh sentuhan dan bantuan dari pemerintah daerah. Di lain pihak kepala sekolah sebagai secara tim sekolah, sehingga semua keputusan merupakan keputusan sekolah, bukan keputusan pribadi kepala sekolah.
III. Sekolah Sebagai Organisasi
Sekolah sebagai suatu institusi atau lembaga pendidikan merupakan sarana melaksanakan pelayanan belajar dan proses pendidikan. Sekolah buan hanya dijadikan sebagai tempat berkumpul antara guru dan peserta didik, melainkan suatu sistem yang sangat kompleks dan dinamis. Secara lebih mendalam perlu dipahami apa itu sekolah. Beberapa pengertian ahli dikemukakan antara lain Nawawi (1982) sekolah tidak boleh diartikan hanya sebuah ruangan atau gedung saja, tempat anak berkumpul dan mempelajari sejumlah materi pengetahuan. Tetapi sekolah sebagai intitusi yang peranannya jauh lebih luas dari pada itu. Kemudian sekolah sebagai lembaga pendidikan terikat akan norma dan budaya yang mendukungnya sebagai suatu sistem nilai. Postman dan Weingartner (1973) mengemukakan bahwa “School as institution is the specificset of essential fungtion is server in our society” Sekolah didefinisikan sebagai institusi yang spesifik dari seperangkat fungsi-fungsi yang mendasar dalam melayani masyarakat.
Sebagai organisasi, sekolah merupakan suatu sistem terbuka, sekolah tidak mengisolasi diri dari lingkungannya, karena mempunyai hubungan-hubungan (relasi) dengan lingkungan internal maupun lingkungan eksternal sekolah dan bekerjasama. Selain sebagai wahana pembelajaran, lingkungan juga merupakan tempat berasalnya masukan (input). Sekolah sebagai suatu system diorganisasikan untuk memudahkan pencapaian tujuan belajar peserta didik secara efektif dan efisien. Input sekolah adalah segala masukan yang dibutuhkan sekolah untuk terjadinya pemprosesan guna mendapatkan output yang diharapkan.
Tugas utama sekolah adalah menjalankan proses belajar mengajar, evaluasi kemajuan hasil belajar pesertadidik, dan meluluskan peserta didik yang berkualitas memenuhi standar yang dipersyaratkan. Dilihat dari sudut pandang siosial ekonomi, keadaan sekolah terdiri dari sekolah yang maju, sedang, dan tertinggal, kemudian secara ekstrim lagi dibagi atas sekolah negeri yang pavorit dan sekolah swasta yang juga pavorit. Untuk itu sekolah tersebut perlu penanganan kegiatan belajar mengajar dan manajemen sekolah yang spesifik sesuai kondisi objektifnya.
Berkaitan dengan struktur organisasi, penekanan desain organisasi sekolah adalah pada meningkatan kemampuan manajemen sekolah yang semakin baik. Desain organisasi sekolah merupakan sarana pengembangan potensi sekolah. Desainnya mengacu pada criteria yang dapat memperjelas fungsi dan tanggung jawab setiap personal sekolah secara dinamis kea rah tujuan yang disepakati. Karena itu sekolah yang digerakkan kepala sekolah dan para guru dalam pembangunan sumber daya manusia baik sebagai individu maupun menjalankan program sekolah.
Sekolah ialah “kerjasama sejumlah orang menjalankan seperangkat ” fungsi mendasar melayani kelompok umur tertentu dalam ruang-ruang kelas dibimbing oleh guru mempelajari kurikulum-kurikulum yang bertingkat untuk mencapai tujuan instruksional terikat akan norma dan budaya ynag mendukungnya nsebagai suatu sistem nilai dan kerjasama sejumlah orang dalam rangka mencapai tujuan instriksional sekaligus sebagai tujuan sekolah” (segala, 2004:53). Kegiatan belajar mengajar di sekolah menekankan pembentukan kepribadian sebagai proses interaksi yang dinamis dalam masyarakat sekolah.
Tugas pokok dan fungsi sekolah, adalah meneruskan, memeprtahankan, dan mengembangkan kebudayaan masyarakat melalui pembentukan kepribadian peserta didik dengan memberikan ilmu pengetahuan dan penanaman nilai-nilai yang mendukung.semakin kuatnya tuntutan masyarakat untuk menguasai ilmu pengetahuan, mutu telah bergeser dari suatu keunggulan strategis menjadi suatu kebutuhan. Fakta di lapangan ada saja sekolah yang tidak dapat diandalkan dalam menyelenggarakan layanan pendidikan dan manajemen sekolah yang bebas kecacatan. Sekolah yang manajemenya cacat telah berhenti sebagai pesaing yang serius. Karena banyaknya perhatian yang telah dicurahkan oleh sejumlah sekolah untuk meningkatkan mutu, mungkin hanya sedikit peluang bagi mutu untuk menjadikan bagian dari keunggulan kompetitif. Bidang-bidang penting berfungsinya organisasi sekolah yang membuat perbedaan kinerja dapat dilihat dari kinerja pembelajaran, kompetensi yang diperoleh peserta didik sebagai hasil dari proses pembelajaran, dan pencapaian tujuan sesuai criteria keefektifan sekolah yang sudah ditetapkan. Penelitian kinerja sekolah pada tahun berjalan harus memberikan rekomendasi kebijakan pada periode berikutnya untuk menjadikan program kerja organisasi sekolah efektif dan berkualitas.
Investigasi berbagai permasalahan pendidikan di Indonesia oleh World Bank (1997) merekomendasikan lima strategi yang perlu dicermati yaitu: kurikulum yang bersifat inklusif, proses belajar mengajar yang efektif, lingkungan sekolah yang mendukung, sumber daya yang berasas pemerataan, standarisasi hal-hal tertentu, monitoring, evaluasi, dan tes. Kelima strategi tersebut harus menyatu ke dalam empat lingkup fungsi pengelolaan sekolah yaitu manajemen organisasi, kepemimpinan, proses belajar mengajar, sumber daya manusia, dan administrasi sekolah. Dalam menempatkan kepala sekolah sebagai manajer dan dukungan masyarakat yang optimal diperlukan struktur irganisasi yang mengakomodasikan semua kepentingan pendidikan.
Falsafat organisasi sebagai sekumpulan prinsip yang berfungsi sebagai pengarahan serta sikap yang mendarah daging yang mampu mengkomunikasikan tujuan, rencana dan berbagai kebijakan serta prinsip-prinsip yang tampak pada sikap, perilaku dan tindakan yang berlangsung di seluruh jenjang organisasi pengambilan kebijakan pendidikan. Sebuah falsafah organisasi menempatkan nilai-nilai dan keyakinan organisasi yang membimbing tingkah laku anggotanya dalam seluruh aspek kegiatan organisasi. Nilai-nilai tersebut menggambarkan kebijakan organisasi yang dapat menyediakan garis pedoman organisasi yang di dalamnya rencana disusun, tujuan-tujuan ditetapkan dan strategi-strategi ditentukan, diimplementasikan dan diawasi. Kebijakan berikutnya menyediakan manajer dengan seperangkat tugas sebagai pembatas yang semua keputusan harus memuaskan.
Tampaklah bahwa unsure-unsur organisasi adalah factor manusia (human factor) yang bekerjasama yaitu ada pemimpin dan ada yang dipimpin, tempat kedudukan, pekerjaan dan pembagian pekerjaan, struktur yang menunjukkan adanya hubungan dan kerjasama, teknologi yang digunakan, dan lingkungan (environment external social system). Unsur-unsur organisasi ini bergerak dengan dinamis terus menerus berkembang dan tumbuh dari segi tugas, bidang kegiatan, ukuran dan sebagainya. Organisasi dan kepemimpinana pendidikan menurut Engkoswara (2001:44) sebagai upaya pemersatu dan koordinasi, standar kebijakan diserahkan kepada satuan pendidikan. Denga demikian organisasi merupakan kesatuan sosial atau pengelompokan manusia yang tersusun atas dua orang atau lebih, berfungsi atas dasar yang relative terus menerus yang dibentuk secara sengaja dan adanya ikatan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang terkoordinir secara sadar.
Berdasrkan uraian diatas secara struktural disimpulkan bahwa organisasi mempunyai lima unsure dinamis (1) adanya struktur yang menggambarkan garis komando (hirarki kekuasaan) dan garis staf sebagai garis advisory atau otoritas gagasan-gagasan; (2) adanya pembagian kerja yang berkaitan dengan kedudukan dan fungsi; (3) adanya koordinasi untuk menyingkronkan tindakan-tindakan dalam pencapaian tujuan; (4) adanya skala yang menggambarkan hierarki organisasi. Karena itu, desain struktur organisasi sekolah harus mengacu pada criteria yang dapat memperjelaskan fungsi dan tanggung jawab pada setiap personal di sekolah secara dinamis ke arah tujuan yang disepakati.
Sekolah yang efektif dan sekolah yang bermutu merupakan pembahasan yang tak kunjung habis-habisanya, sepanjang sekolah itu masih menjalankan kegiatannya. Seiring dengan tuntutan akan berubah terus menerus dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan akan keefektifan dan mutu sekolah pun mengiringinya. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan sekolah antara lain sekolah sebagai organisasi krja terdiri atas sejumlah unit kerja seperti kelas (guru kelas), bimbingan penyuluhan (petugas bimbingan penyuluhan), usaha kesehatan sekolah (UKS). Personal guru, kepala sekolah, konselor, tenaga kependidikan dan lainnya membutuhkan layanan kejiwaan, layanan kesehatan, layanan mengatasi keluhan, layanan kunjungan, layanan mengikuti pelatihan, mengikuti seminar dan lokakarya, kenaikan pangkat, promosi jabata, dan sebagainya.
Prinsip ini penting dalam rangka memperlancar aktivitas, meningkatkan kreativitas dan inovasi personal sekolah dalam melaksanakan tugasnya. Sifat dasar program-program dapat berbeda. Karena itu tugas administrator bersama unsure lainnya menyusun struktur formal mengenai tanggung jawab, wewenang, kepengawasan, komunikasi, dan koordinasi orang-orang yang mengelola program-program sehingga tugas-tugas dapat diselesaikan dan tujuan-tujuan sekolah secara khusus dapat dicapai. Sekolah yang efektif adalah spesifikasi prosedur pengembangan organisasi yang konsisten secara actual terhadap kebutuhan sekolah dan pembelajaran yang berpusat pada proses manajerial kepala sekolah, berfungsinya struktur organisasi sekolah, performansi guru, kesiapan belajar siswa, dan performansi kerja personil non guru sehingga tercapai tujuan dan target secara optimal. Perlu menjadi perhatian sekolah efektif memepunyai arti yang berbeda bagi setiap orang bergantung pada acuan yang dipakai. Sekolah bukan unit pelaksana teknis kantor pendidikan melainkan bekerja secara profesional dan otonom menyelenggarakan program layanan belajar bagi peserta didik dan masyarakat yang membutuhkan. Sekolah merupakan sarana mengembangkan potensi dan tanggung jawab agara mampu mencapai tujuan sebagai program pembangunan sumber daya manusia melalui jalur pendidikan pada setiap jenis dan jenjang persekolahan. Tercapainya tujuan pada hakikatnya tergantung tingkat berfungsinya seluruh komponen organisasi sekolah.
Memang berdasarkan sifatnya organisasi cenderung merupakan kesatuan yang kompleks berusaha mengalokasikan sumber daya secara rasional demi tercapainya tujuan. Struktur organisasi sekolah menggambarkan unti kerja yaitu telah dibentuknya pembagian tugas dengan tugas yang jelas telah ditentukan siapa penaggung jawabnya yang digambarkan dalam bentuk organigram. Baik dalam struktur organisasi sekolah negeri maupun sekolah swasta belum menggunakan perencanaan strategis dan semakin kompleksnya manajemen sekolah, keberadaan tenaga kependidikan sesuatu yang tidak bias ditawar lagi. Untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai struktur organisasi sekolah.
Kepala sekolah yang diberi tugas dan tanggung jawab mengelola sekolah menghimpun, memanfaatkan, dan menggerakkan seluruh potensi sekolah secara optimal untuk mencapai tujuan. Kepala sekolah sebagai “Human resource manager”. Menurut Mondy, Noe dan Premaux (1999:10) adalah individu yang biasanya menduduki jabatan yang memainkan peran sebagai adviser (staf khusus) tatkala bekerja dengan manajer lain terkait dengan urusan SDM (individuals who normally act in an advisory (or staff) capacity when working with other (line) managers regarding human resource matters).
Wakil kepala sekolah sebagai bagian dari struktur organisasi sekolah yang sehat dan efisien pada umumnya terdiri dari urusan kurikulum, urusan administrasi keuangan dan sarana serta prasaranan, serta urusan kepesertaan didikan dan urusan hubungan masyarakat atau lainnya sesuai kebutuhan sekolah. Tugas tersebut sebenarnya menjadi tanggung jawab kepala sekolah, namun sesuai dengan prinsip untuk efisiensi dan efektivitas manajemen sekolah dalam mencapai tujuan dan target, sebagian tugas dan tanggung jawab tersebut didelegasikan kepada wakil kepala sekolah.
Dalam proses pendidikan guru memiliki p0eranan sangat penting dan strategis dalam membimbing peserta didik kea rah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru seringdikatakan sebagai unjung tombak pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya seorang guru tidak hanya menguasai bahan ajar dan memiliki kemampuan teknis edukatif, tetapi harus memiliki juga kepribadian dan integritas pribadi yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi peserta didik, keluarga maupun masyarakat. Dengan demikian perilaku guru patut dicontoh dan ditiru. Kedudukan dan peranan guru semakin bermakna strategis dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi era global.secara sederhana mudah dikatakan bahwa peranan guru menyelenggarakan proses belajar mengajar, yitu membantu dan memfasilitasi peserta didik agar mengalami dan melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas. Peran tersebut menempatkan guru pada posisi sebagai pemegang kendali dalam menciptakan dan mengembangkan interaksinya dengan peserta didik, agar terjadi proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai banttuan dalam bentuk bimbingan. Sedangkan secara khusus bimbingan memberikan pelayanan kepada peserta didik untukmembantu peserta didik dalam mengatasi masalah belajar yang dihadapinya dan melayani kebutuhan belajarnya. Bimbingan dan konseling membawa para peserta didik mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada dalam dirinya. Peserta didik tidak mungkin dapat belajar dengan baik jika banyak kesulitan yang dihadapi dalam diri yang menghambatnya. Kecenderungan perubahan pola-pola pendidikan dan bimbingan karier akan berpengaruh terhadap peran-peran konselor di sekolah dalm melaksanakan tugas pendidikan dan bimbingan karier. Hal yang paling mendasar dalam kegiatan bimbingan memahami dan memenuhi kebutuhan peserta didik.
Tugas bimbingan penyuluhan secara umum (1) ikut melancarkan program pendidikan di sekolah;(2) berusaha membantu menciptakan suasana pendidikan yang baik untuk mencapai tujuannya; (3) membantu para guru untuk mengenal dan mengerti peserta didiknya lebih dekat; (4) memberikan informasi yang up to date tentang kemungkinan-kemungkinan akan pemilihan pendidikan yang lebih lanjut dan lapangan-lapangan pekerjaan; (5) membantu orang tua, guru-guru, dan orang lain untuk mencapai pengertian yang lebih lanjut dan membentuk kerja sama yang baik antara guru, orang tua, dan murid. Bimbingan konseling sebagai usaha kerjasama yang harus terpadu, akan berdaya dan berhasil guna apabila setiap personal mengetahui posisinya masing-masing serta wewenang dan tanggung jawabnya. Etika bimbingan konseling adalah berdasarkan suatu filsafat moral yang memenuhi syarat dalam kemungkinananya meningkatkan kemampuan dan keterampilannya, sehingga menjaga keberlangsungan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan norma yang berlaku.
Penyusunan strategi sekolah bukan sekedar program atau rencana yang sederhanan. Strategi sekolah merupakan rencana besar yang memadukan seluruh aspek mendasar maupun yang operasional, yang dirasakan secara sadar maupun tidak, dan aspek intern maupun ekstern. Dalam dunia pendidikan hakikat yang tersirat dalam strategi sekolah adalah mengubah kondisi agar berpihak kepadanya, dengan menentukan kapan saat yang tepat untuk mengambil keputusan dan kebijakan serta menentukan batas-batas keputusan yang dapat ditoleransi. Inilah pola berfikir strategis tenaga ahli perencanaan pendidikan di sekolah maupun pada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam memajukan pendidikan dimana tanggung jawab diberikan kepadanya. Prinsip dari perencanaan yang disusunnya adalah memenangkan persaingan, untuk itu tenaga ahli perencanaan pendidikan tersebut selalu berfikir strategis, memiliki fleksibilitas rasional, mampu mengambil keputusan berupa reaksi yang realistis terhadap tuntutan mutu. Perencanaan pendidikan pada kependidikan pada setiap satuan pendidikan adalah penyedia informasi pendidikan di pemerintahan daerah dan di sekolah.
Kegiatan perencanaan selalu dianggap merupakan kegiatan rutin tahunan dan dapat dikerjakan dengan cara-cara yang sederhana, karena secara umum program sekolah berjalan seperti apa saja yang direncanakan oleh masing-masing sekolah. Di antara penyelenggara pendidikan di sekolah dan manajemen pendidikan di pemerintah provinsi dan kabupaten/kota beranggapan bahwa penyusunan perencanaan secara khusus, karena jika disediakan tenaga perencana secara khusus tindakan yang demikian ini dianggap tidak efesien atu dianggap sebagai pemborosan.
Namun demikian jika diamati secara cermat apakah misi sekolah sesuai dengan visi, apakah program sekolah yang dilaksanakan sesuai dengan visi dan misi, apakah tujuan yang tertuang dalam perencanaan dan yang diselenggarakan sesuai dengan visi sesuai dengan tujuan.
Penggayaan dan pengembangan kurikulumoleh setiap guru bidang studi adalah penting untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan sekolah. Sergiovanni, Thomas J. dan Starratt (1983) mengemukakan bahwa guru sering terlibat dalam kegiatan pengembangan kurikulum dengan mengubah, memperluas, mengorganisasian ulang, dan menginterpretasikan apa yang telah disusun oleh ahli pengembangan kurikulum di luar kelas. Tenaga ahli kurikulum di sekolah dalam mengembangkan kurikulum dikelompokkan dalam sejumlah yaitu memproses informasi, pengembangan personil yang menekankan pada pengembangan keterampilan dinamika kelompok, dan perubahan perilaku yang menekankan pada prinsip kontrol stimulus dan penguatan. Kewenangan pemerintah menurut PP No. 25 Tahun 2000 tentang nkebijakan kurikulum adalah menetapkan standar nasional, kemudian dijelaskan GBHN 1999 kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberangkatan peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan local dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara professional.
Supervise adalah pekerjaan memberi bantuan, sedangkan supervisor adalah orang yang berfungsi memberikan bantuan kepada guru-guru dalam menstimulir guru-guru kea rah usaha mem[ertahankan suasana belajar dan mengajar.program itu dapat berhasil jika supervisor memiliki keterampilan (skill) dan cara kerja yang efisien dalam kerjasama dengan guru dan petugas pendidikan lainnya. Dictionary of Edication mengemukakan bahwa supervise adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas-petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran termasuk menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru, merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, metode mengajar, dan evluasi pengajaran (Sehertian, 1981:18).
Upaya yang mungkin dapat meningkatkan kualitas manajemen sekolah antara lain dengan meningkatkan kurikulum, meningkatkan komunikasi antar unsure, meggunakan waktu dengan efisien, menjadikan belajar sebagai focus manajemen sekolah, meningkatkan pertumbuhan profesionalismeguru dan performansi kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan personal lainnya secara tegas harus mencerminkan organisasi sekolah yang efektif dan efisien.
IV. Manajemen Strategik Sekolah Menghadapi Persaingan mutu
Filosofi nmanajemen menurut Pearce dan Robinson (1988:76) diyakini akan menghasilkan citra yang baik di mata public, dan akan memberikan imbalan keuangan dan psikologis bagi mereka yang bersedia menginvestasikan tenaga dan dana untuk membantu keberhasilan institusi.
Manajemen strategic menurut Blocher dan Lin (1999) adalah “the developmentof a sustainable competitive posisition in which the firm’s competitive provides continued success”. Manajemen strategic menurut d success”. Manajemen strategic menurut uwono dan Ikhsan (2004:11) biasanya dihubungkan dengan pendekatan menajemen yang integrative yang mengedepankan secara bersama-sama seluruh elemen seperti planning, implementing, dan controlling dari strategi bisnis. Dengan kata lain, manajemen strategic meliputi formulasi strategic dan implementasi strategic. Manajemen strategic adalah proses formulasi dan implementasi rencana dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan hal-hal vital, dapat menembus (pervasive), dan berkesinambungan bagi suatu organisasi secara keseluruhan. Strategi yang digunakan dalam manajemen sekolah diatur sedemikian rupa, yaitu perencanaan strategi sekolah berkaitan dengan operasi sekolah dalam menyelenggarakan programnya, sedangkan untuk memperkuat kemampuan sekolah menghindari masalah dan dapat mencapai tujuan sesuai mutu yang dipersyaratkan, maka akan diuji kemampuan kepala sekolah menentukan kebijakan. Manajemen strategic khususnya pada strategi kebijakan dapat dilakukan jika keputusan merupakan keputusan bersama, bukan keputusan sepihak dan keputusan itu dipilih dari alternatif terbaik.
Karena keterlibatan kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru konselor, tenaga kependidikan, wali kelas, dan personal sekolah lainnya dalam pengambilan keputusan akan meningkatkan pemahaman mereka terhadap keputusan sekolah dan meningkatkan motifasi dalam bekerja. Konsep strategi ini ini melibatkan secara langsung semua manager di semua level dalam planning dan implementasinya.
Dalam implementasinya strategi digerakkan dengan melakukan evaluasi strategi dan mengontrolnya apakah masih konsisten dengan formulasi strategi. Manajemen strategis (Strategic management) dalam manajemensekolah adalah suatu pendekatan yang sistematik dalam menyelenggarakan programnyauntuk mencapai tujuan sekolah. Unsure-unsur strategic dalam manajemen sekolah tentu bertitik tolak pada ruang lingkup atau batasan di mana sekolah itu bergerak, menetapkan mutu layanan belajar, mutu lulusan yang akan dihasilkan, memenuhi keinginan masyarakat akan mutu pendidikan yang diselenggrakan di sekolah. Dalam menentukan strategi, baik untuk organisasi yang memiliki marah dan sasaran yang tertulis mapun tidak, perlu memperhatikan berbagai hal, termasuk kemampuan SDM dan anggaran. Langkah-langkah formulasi strategi dalam manajemen sekolah tentu dimulai dari penetapan visi dan misi sekolah yang utuh dengan melibatkan masyarakat sekolah dan stekholder sekolah, melakukan assessment sekolah merespon perubahan, dan menetapkan arah maupun sasaran sekolah agar tercapai tujuan dan targe yang ditentukan sebelumnya.
Fase implementasi mencangkup langah penggerakkan strategic, melakukan evaluasi strategic, dan mengontrol atau pengawasan strategik.
Performansi sekolah tentu akan sengat ditentukan oleh potensi dan kemampuan sekolah, khususnya dilihat dari performansi perseolan apakah menunjukkan sikap profesional atau tidak, fasilitas yang tersedian apakah mendukung pembelajaran atau tidak, input peserta didik apakah diseleksi dan ditempatkan serta dilayani sesuai kekhususannya, pelayanan belajar yang bermutu tertentu dilakuakan dengan membangkitkan yang suasana belajar yang menyenangkan, dan evaliasi kemajuran belajar yang stadar.
Perumusan visi dan misi dilakukan lebih dahulu dengan mengasesmen lingkungan, yaitu apa sebenarnya kebutuhan mendasar lingkungan akan pendidikan yang dapat disediakan oleh sekolah. Tujuan sekolah tidak lain hanya berusaha mengurangi tingkat gangguan public, tidak berusaha untuk menyembuhkan atau merehabilitasi penderitaan publik. Pada prinsipnya semua organisasi memepunyai satu bagian formal yang diakui secara eksplisit dan kadang-kadang bersifat khas menurut hokum yang berfungsi menentukan tujuan utama dan melakukan perubahan seperlunya.pengukuran efektifitas dan efesiansi dapat menimbulkan problem yang jukup rumit. Karena itu bila suatu organisasi mempunyai tujuan yang terbatas dan konkrit, secara komparatif biasanya efektifitas mudah diukur, namun organisasi sosial lainnya, biasanya mengukur efektifitasnya lebih sulit dibanding korporasi.
Strategi merupakan instrument manajemen yang ampuh dan tidak dapat dihindari termasuk dalam mnajemen sekolah. Strategi sekolah menjelaskan metode dan pendekatan yang digunakan untuk mencapai tujuan sekolah, evaluasi alternatif-alternatif strategic dengan menggunakan kriteria yang pasti pemilihan sebuah alternative atau kelompok tang mungkin menjadi strategi sekolah. Secara umum dalam manajemen bisnis ada empat tingkat dalam strategi organisasi yaiut: societal, corporate, perusahaan dan fungsional.
Strategi societal adalah peranan organisasi dalam masyarakat yang merupakan sebuah bagian, dengan proses yang peranan-peranan itu akan didefinisikan dan dengan peningkatan organisasi dalam proses itu. Strategi societal dititik beratkan pada kewarganegaraan perusahaan, tanggung jawab dan akuntabilitas social, dan etika bisnis. Jika dalam organisasi memberikan pendidikan yang dibutuhkan masyarakat sebagai tanggung jawab sosial.
Strategi corporate adalah mengembangkan pertanyaan dasar yaitu (1) apakah perusahaan atau perusahaan-perusahaan kita didalamnya? Jawabnya serupa dengan misi organisasi; (2) apakah perusahaan atau perusahaan-perusahaan kita menjadi didalamnya? Jawabnya adalah kunci kehidupan organisasi sebab tinggal dalam sebuah perusahaan yang salah mungkin membuktikan bunuh diri dalam perjalanan panjang; (3) bagaimana seharusnya perusahaan atau perusahaan kita manaj dengan tujuan sepenuhnya mempertinggi kemempuan organisasi untuk mecapai tujuan strategiknya? Jawabnya ditunjuk dengan memutuskan berapa banyak sumber perusahaan yang harus diinvestasikan dalam perusahaan.
Strategi fungsional sekolah memperhatikan formulasi strategi dalam setiap area fungsional sekolah (manajemen sekolah, manajemen kelas, layanan belajar, mutu lulusan, dan keuangan), yang diterapkan secara pantas, secara bersama harus mencapai tujuan menggunakan strategi sekolah. Strategi pencapaian program sekolah dilakukan dengan mengkokohkan penguatan standar pada komponene sumber daya pendidikan. Penguatan ini akan lebih berarti bagi sekolah jika pembimbingan kreativitas manajemen sekolah dan manajemen pembelajaran secara terstruktur terhadap implementasi pada tiap komponen, unit kerja dan program kerja .
Implementasi strategi dalam manajemen sekolah melibatkan upaya besar yang bertujuan mentransformasi tujuan strategic ke dalamaksi yaitu penyelenggaraan program sekolah. Betapapun hebatnya suatu strategi, apabila tidak diimplementasikan tentu saja strategi itu tidak akan bermakna bagi pengembangan sekolah.analisis SWOT dalam penyelenggaraan sekolah dapat membantu pengalokasian sumber daya seperti anggaran, sarana dan prasarana, sumber daya manusia, fasilitas sekolah, potensi lingkungan, dan sebagainya yang lebih efektif. Analisis SWOT memungkinkan sekolah mengeksploitasi peluang-pluang masa depan ketika melawan tantangan dan persoalan-persoalan, dan melakukan penemuan strategis pada kompetensi dan kekuatan khusus, keseluruhan proses manajemen strategic secara konseptual menjadi analisis SWOT, sebab sebuah SWOT mengkin memberi kesan sebuah perubahan lainnya di dalam misi, tujuan, kebijakan dan strategi sekolah.
Balance scorecard mencakup berbagai aktivitas penciptaan nilai yang dihasilkan oleh para pertisipan perusahaan yang memiliki kemampuan dan motivasi tinggi. Model balace scorecard menekankan bahwa semua ukuran finanasial dan non financial harus menjadi bagian system informal untuk para personal disemua tingkat manajemen sekolah. Balace scorecard lebih dari sistem pengukuran teknis atau operasional. Sekolah yang inovatif dapat menggunakan scorecard sebagai sebuah sistem manajemen strategis, untuk mengelola strategi jangka panjang. Jika, sekolah menggunakan fokus pengukuran scorecard untuk menghasilkan berbagai proses manajemen penting yaitu (1) memperjelas dan menerjemahkan nvisi dan strategi; (2) mengkomunikasikan dan mengkaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis; (3) merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis; dan (4) meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.
Dengan menerjemahkan strategi ke dalam arsitektur yang logis dari peta strategi dan balance scrocard, organisasi sekolah menciptakan angka referensi umum dan dapat dipahami oleh semua unitnya dan para personilnya. Strategi fokus organisasi sekolah, bagaimanapun harus diarahkan untuk memecahkan seluruh rintangan yang dihadapi oleh sekolah dengan menggunakan strategi yang telah dirumuskan sebelumnya.seringkali, organisasi ad hoc muncul untuk memfokuskan pada tema strategik, keberhasilan sekolah menggunakan balance scorecard dalam sebuah tingkah laku yang terkordinasi untuk menjamin bahwa seluruh kelebihan dari bagian-bagian dapat dioptimalkan sebagai potensi yang dapat dikembangkan.
Setiap personal sekolah perlu ditanamkan strategi kesadara, scorecard personal, dan pembayaran seimbang. Mereka memerlukan konstribusi aktif dari setiap orang di sekolah. Focus strategi sekolah menghendaki seluruh personalnya memahami strategi dan tingkah laku bisnis sehari-hari dengan cara berkonstribusi kepada keberhasilan strategi itu. Sekolah dapat mendidik para guru, tenaga kependidikan, dan karyawannya tentang konsep bisnis sekolah yang sangat canggih dan menantang. Memahami scorecard, para personal sekolah harus belajar tentang segmentasi peserta didik, variable beban biaya, dan data lapangan kerja. Hal ini dimaksudkan untuk menyusun strategi yang efektif. Sekolah kemudian mengalir dari sekolah dan unit bisnis (sekolah) scorecard ke abgian-bagian lainnya dari sekolah. Dalam beberapa kasus scorecard individu digunakan untuk menentukan tujuan-tujuan individu.
Keberhasilan balance scorecard sekolah memperkenalkan sebuah proses unutk memanaj strategi yang disebut sebagai “proses putaran double” salah satunya , menggambungkan manajemen taktis (tinjauan bulanan dan anggaran keuangan) dan manajemen strategi kedalam proses tanpa klaim dan terus menerus. Mutu telah menjadi faktor hygine, peserta didik dan orang tua peserta didik merasa sudah selayaknya sekolah menghasilkan produk atau jasa layanan belajar sesuai spesifikasi yang diharapkan. Mutu yang istimewa masih memeberi peluang bagi sekolah untuk memberikan dirinya dengan pesaingnya. Perubahan yang dilakukan oleh eksekutif (kepla sekolah) adalah dengan melakukan pencerahan, beradaptasi tehadap proses pemerintahan, dan memantapkan system manjemen strategik. Prinsip pertama manajemen strategik sekolah difokuskan pada alat-alat, fasilitas pembelajaran, framework, dan dorongan proses yang bermutu.
Hal ini penting untuk menekankan bahwa kepala sekolah bersama personal sekolah lainnya memerlukan lebih banyak proses dan alat-alat untuk menciptakan focus strategi sekolah. Strategi memerlukan perubahan dari setiap bagian organisasi, karena itu strategi memerlukan perhatian secara kontinu yang difokuskan pada perubahan inisiatif dan performa melawan hasil yang ditargetkan.
Muncullah penataan sekolah melalui konsep MBS (manajemen Berbasis Sekolah) yang diartikan sebagai wujud dari reformasi pendidikan yang meredesain dan memodifikasi struktur pemerintah ke sekolah dengan pemberdayaan sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional (Sagala, 2004).
Pada prinsipnya dengan menggunakan model manajemen berbasis sekolah ini, sekolah lebih madiri dan mampu menentukan arah pengembangan sesuai kondisi dan tuntutan lingkungan masyrakatnya. MBs merupaka inovasi pengelolaan sekolah yang pada dewasa ini sedang menjadi perhatian para pakar pendidikan, birokrasi pendidikan mulai tingkat pusat , provinsi dan kabupaten/kota serta para pengelola sekolah. Bahkan akhir-akhir ini telah menjadi perhatian lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang pedul terhadap kualitas pendidikan.
Dapat ditegaskan bahwa model manajemen berbasis sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah dan wakil sebagai pimpinana di sekolah, guru mata pelajaran sebagai pengelola pembelajaran, tenaga kependidikan sebagai pelayan teknis pendidikan, konselor membantu meningkatkan kualitas belajra, personal tata usaha yang memberikan pelayanan ketatausahaan, dan personal sekolah lainnya yang terkait dengan sistem pendidikan lainnya yang terkait dengan system pendidikan di sekolah akan melaksanakan tugas dan tanggung jawab lebih professional. Mutu pendidikan tidak saja ditentukan oleh sekolah sebagai lembaga pengajaran, tetapi juga disesuaikan dnga apa saja menjadi pandangan dan harapan masyarakat yang cenderung selalu berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Bertitik tolak pada kecenderungan ini penilaian masyarakat tentang mutu lulusan sekolah pun terus menerus berkembang.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 053/U/2001 tanggal 19 april 2001 tentang pedoman penyusunan standar pelayanan minimal penyelenggaraan persekolahan bidang pendidikan dasar dan menengah. Standar pelayanan minimal (SPM) adalah spesifikasi teknis sebagai patokan pelayanan minimal yang wajib dilakukan oleh daerah kabupaten/kota dalam menyelenggarakan kegiatan persekolahan. SPM manajemen sekolah pada berbagai jenjang dan jenis menurut Kepmen tersebut dikemukanan yaitu; manajemen Taman Kanak Kanak (TK), (SD), (SMP), (SMA), dan (SMK).
Tenaga kependidikan bukan pendidik menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 053/U/2001 tanggal 19 April 2001 tentang pedoman penyusunan standar pelayanan minimal penyelenggaraan persekolahan bidang pendidikan dasar dan menegah adalah Sumber Daya Manusia (SDM) di sekolah yang tidak terlibat secara langsung dalam pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di sekolah. Tenaga bukan pendidik menurut Keputusan Menteri Nasional tersebut adalah (1) kepala bagian tata usaha; (2) pelaksanaan kegiatan kepegawaian; (3) pelaksanaan urusan keuangan; (4) pelaksanaan urusan perlengkapan dan logistik; (5) pelaksanaan secretariat dan kepeserta didikan; (6) pengemudi dan penjaga sekolah.
Semua personal ini di sekolah secara hierarki bertanggung jawab kepada kepala sekolah dan dibina oleh organisasi nvertikal yaitu Dinas Pendidikan pada pemerintah kabupaten/kota.
V. Penilaian Kinerja Sekolah
Penilaian dan pengukuran ialah upaya sistematis mengumpulkan, menyusun, mengolah dan menafsirkan data, fakta dan informasi (yang dapat dipertanggung jawabkan) dengan tujuan menyimpulkan nilai atau peringkat kompetensi seseorang dalam satu jenis atau bidang keahlian keprofesian kependidikan seperti kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan berdasarkan norma criteria tertentu, serta menggunakan kesimpulan tersebut dalam proses pengambilan keputusan kinerja yang direkomendasikan. Dalm penilaian kinerja sekolah ini perlu ditegaskan keterkaitannya satu sama lain untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekeliruan dalam proses pengambilan keputusan karena kelemahandata dan informasinya serta kurang jelas criteria atau standar normatifnya akan membuat keputusan menjadi keliru, padahal keputusan hasil pengukuran dan penilaian tersebut membawa dampak langsung atau tidak langsung terhadap kinerja sekolah secara keseluruhan.
Kemudian pertimbangan mempertimbangkan kesatuan unit atau aspek yang perlu dinilai dalam kriterian yang telah dirumuskan, dan kinerja manakah yang paling penting untuk dinilai. Sekolah harus memperbaiki kinerja melalui perbaikan kineja untuk memperkuat diri dan menigkatkan daya tahan dalam menghadapi persaingan local dan global yang pasti dan semakin ketat.
Kata “kinerja” dalam bahasa Indonesia adalah terjemah dari kata Bahasa Inggris “ performance” yang berarti (1) pekerjaan; perbuatan, atau (2) penampilan; pertunjukan. Dari pengertian tersebut tercakup beberapa usnur penting pertama, adanya institusi, baik berupa lembaga (institute) seperti organisasi atau pranata (institutions) seperti system pengaturan. Kedua, adanya instrument yang digunakan dalam pelaksanaan uji tuntas.
Performansi atau kinerja sekolah menunjukkan deskripsi kerja yang baik mengacu pada proses dan produk yang diinginkan serta situasi kegiatan sekolah itu diselenggarakan. Penilaian kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan dilihat dari kemampuannya menggunakan sumber daya seminimal mungkin untuk mencapai tujuan yang maksimal mampu menentukan pilihan pekerjaan yang tepat untuk dilaksanakan.
Portofolio berasal dari bahasa inggris “portofolio” yang artinya kumpulan berkas atau arsip yang disimpan dalam bentuk jilid dan dokumen atau surat-surat, atau sebagai kumpulan kertas berharga suatu pekerjaan tertentu.
Portofolio penampilan (show fartfolios) adalah bentuk yang digunakan untuk memilih fakta-fakta, bukti atau keterangan (evidence) yang paling baik digunakan personal sekolah melaksanakan tugas dan tanggunbg jawabnya. Karena portofolio digunakan sebagai alat penilaian yang dapat memberikan balikan baik peserta didik, bagi guru, maupun personal lainnya disekolah penilaian portofolio dilakukan secara terus menerus/berkelanjutan. Portofolio dinilai dengan cara menganalisis, membandingkan dan menyimpulkan.
Menjelaskan suatu fenomena yang terjadi nselalu dihadapkan pada fakta yang tidak menengakkan. Oleh karena itu tidak dapat sungguh-sungguh dikontrol sebab-sebab yang mungkin. Dengan demikian penyelesaian masalahnya harus ditempuh dengan jalur penelitian dengan menetapkan dan mendefinisikan setiap variabel yang menjadi subjek penelitian. Prosedur penelitian adalah urutan-urutan pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu penelitian. Teknik penelitian adalah menggunakan alat-alat pengukur apa yang diperlukan dalam melaksanakan penelitian. Metode penelitian adalah pedoman penelitian tentang urutan bagaimana penelitian itu dilakukan. Penelitian memegang peranan penting dalam membantu memperoleh pengetahuan dalam menyelesaikan masalah. Penelitian akan menambah ragam pengetahuan dalam menyelesaikan masalah dengan menggunakan metode ilmiah. Salah satu metode ilmiah yang dikembangkan para ahli adalah penelitian tindakan (action research). Perkembangannya penelitian tindakan sesungguhnya telah diterapkan pada berbagai bidang aktivitas selain pendidikan seperti administrasi, industri, sosial, pelayaran, pertambangan, dan bidang-bidang lainnya.
Tujuan penelitian tindakan peningkatan dan memperbaiki praktek pembelajaran secara berkesinambungan yang seharusnya dilakukan oleh guru, dan manajemen sekolah oleh kepala sekolah maupun personal lainnya, sehingga meningkatkan mutu hasil pendidikan secara berkelanjutan. Borg (1986) mengemukakan bahwa tujuan utama penelitian pembelajaran yang dihadapi guru dikelasnya.
Ketertiban dan kedisiplinan merupakan dua macam nilai yang berdekatan. Ketertiban lebih dekat pada dimensi ruang, sedangkan kediiplinan cenderung pada dimensi waktu. Kedua istilah ini sebenarnya dekat dengan makna keteraturan.
Ukuran yang dilakukan dalam penilaian kinerja sekolah ini menggunakan model penyelidikan hanyalah alat saja, dan hanya berate bila dinilai dalam hubungannya dengan unsur-unsur penting lain dalam rangka keseluruhan penilaian kinerja sekolah pada situasi itu. Dari ukuran-ukuran tersebut diperoleh gambaran mengenai salah satu penyelidikan dengan bukti angka jika menggunakan tes-tes kepribadian (attitude and personality) untuk penilaian (appraisal) dan bukti lain hasil dari pengamatan, wawancara, maupun berbagai dokumentasi, kemudian dianalisis untuk menemukakan permasalahan utama kinerja sekolah dan selanjutnya ditentukan solusi penyelsaian masalah.
VI. Manajemen Pembiayaan Dalam Organisasi Sekolah
Landasan konseptual ekonomi pendidikan menurut Cohn (1979:2) mengacu pada prinsip bahwa ekonomi adalah keterbatasan atau kelangkaan (scarcity) dan keinginan (desirability). Ekonomi dapat dipahami sebagai suatu studi bagaimana orang/masyarakat memilih dalam menggunakan unag dan sumber lain yang sifatnya terbatas atau langka (desiribility) untuk menghasilkan atau mencapai keinginana (scarity) yang sifatnya tidak terbatas. Pengertian ekonomi menurut Samuelson (1961) menekankan bahwa tidak ada definisi tunggal tentang ekonomi. Tetapi ia membuat”suatu deskripsi perkenalan informative” sebagai berikut: “Ekonomi adalah studi tentang bagaimana manusia dan masyarakat memilih, dengan atau tanpa memakai uang, untuk memanfaatkan sumber-sumber daya produksi yang langka demi menghasilkan berbagai komoditi selama rentang waktu dan mendistribusikan mereka untuk konsumsi, kini dan dalam masa depan, kepada macam-macam orang dan kelompok dalam masyarakat”. Intinya ekonomi adalah studi tentang produksi dan distribusi semua sumber daya yang langka barang-barang fisik ataupun jasa-jasa yang tak dapat diraba yang diinginkan individu-individu (Sagala, 2004:180).
Aspek yang perlu diperhatikan (1) memprediksi kebutuhan pendidikan; (2) alokasi setiap komponen biaya; (3) analisis sumber, dari mana dana dapat diperoleh; dan (4) pengawasan keuangan; cocok tidak hanya perencanaan dan penggunaan anggaran, perlu dicatat bahwa biaya-biaya pendidikan adalah estimasi-estimasi terabaikan dari kalkulasi-kalkulasi seperti biaya-biaya untuk perbustakaan, pendidikan di rumah, media berita, dan lain-lain. Dalam konteks pemerintahan kabupaten/kota biaya-biaya pendidikan yang hasur dipenuhi seluruh penyelnggaraannya mencakup pendidikan formal persekolahan dan nonformal.
Penggunaan dan alokasi dana rutin maupun pembangunan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah di Indonesia dalam menetapkan alokasi anggaran belum menempatkan pendidikan sebagai prioritas, sehingga menjadi wajar jika pendidikan. Karena itu kecekatan dan kecermatan Dinas Pendidikan merespon usul sekolah dan surat-surat yang diperlukan sekolah akan memperlancar manajemen sekolah.
Oleh karena itu kebijakan pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota mengupayakan perluasan dan dan pemerataan kesemptan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia yang berkualitas tinggi. Biaya berdampak terhadap pengelolaan pelayanan administrasi kepada peserta didik. Pelayanan administrasi peserta didik ini merupakan pelayanan sekolah terhadap peserta didik dan masyarakat dalam rangka pemenuhan kewajiban sekolah terhadap peserta didik.
Berdasarkan hasil pengamatan Mintarsih (2003) sementara mutu/kualitas lulusan ditentukan oleh besarnya dukungan biaya yang menunjang kegiatan belajar mengajar, di samping lokasi lingkungan dan peran serta orang tua, serta dedikasi guru. Biaya memberikan dampak positif, setiap program sekolah antara lain. (1) biasa meningkatkan kesejahterakan guru dan peningkatan kesejahteraan personal tata usaha yang tentunya berimplikasi pada kegiatan belajar mengajar di sekolah; dan (2) karena dengan dana yang cukup guru tidak usah mencari tambahan di luar sekolah tempat ia bertugas dan bias mencurahkan perhatiannya ditempat dia mengajar. Ada beberapa factor manajemen keuangan sekolah dikemukakan oleg Gaffar (1991) yaitu system manajemen pembiayaan harus diikuti oleh pengelolaan keuangan, pengelolaannya tergantung apakah system itu cukup efisien atu tidak. Pembiayaan (Finance) bukan factor yang mempengaruhi mutu, tetapi pembiayaan salah satu factor yang mempengaruhi mutu pendidikan.
VII. Partisipasi Masyarakat Terhadap Sekolah
Dalam konteks sekolah, masyarakat sekolah adalah warga atau individu yang berada di sekolah dan di sekitar sekolah yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung terhadap manajemen sekolah, memiliki kesadaran sosial dan mempunyai pengaruh terhadap sekolah. Masyarakat pendidikan adalah adalah segenap komponen terkait yang memiliki hak serta kewajiban yang sama dalam merencanakan, melaksanakan dan melakukan pengawasan terhadap program pendidikan, sehingga lazim muncul pernyataan tentang stake holder atau pihak yang berkepentingan yang berkenan untuk melakukan tugas tersebut.
Sekolah dan masyarakat merupakan dua komunitas yang saling melengkapi antara satu dengan lainnya, bahkan ikut memberikan warna terhadap perumusan model pembelajwan tertentu di sekolah oleh suatu lingkungan masyarakat tertentu itu pula.
Oleh karena itu hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan suatu proses komunikasi yang harmonis. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengertian masyarakat akan kebutuhan dan kegiatan yang diselenggarakan di sekolah. Dengan mengetahui kebutuhan dan kegiatan sekolah tersebut, masyarakat terdorong untuk bersedia bekerja sama dalam upaya meningkatkan dan mengembangkan kualitas tetapi tetap mengacu pada kualitas.
Program mencerdaskan kehidupan bangsa melalui program pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Orang tua maupun anggota masyarakat yang lebih terpelajar akan menganggap pemenuhan kebutuhan merupakan hak mereka. Melibatkan mereka bersama-sama dengan staf dan peserta didik akan menjadikannya lebih sadar akan tanggung jawab terhadap isi dan pelaksanaan kurikulum serta standar prestasi peserta didik.
Sekolah pada hakikatnya pelayanan pendidikan kepada masyarakat. Pelayanan pulik oleh oleh sekolah dapat diartikan sebagai pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan terhadap sekolah sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang ditetapkan.
Kepuasaan peserta didik sebagai pelanggan akan dapat meningkatkan citra sekolah yang baik dari masyarakat, dengan dukungan dan kepercayaan masyarakat kepada sekolah yang tinggi, menjadikan sekolah itu semakin bergengsi. Pelayana terbaik sangat diperlukan di sekolah agar murid-murid betah disekolah dan bias belajar dengan optimal. Pelayanan pendidikan secara umum meliputi proses administrative, akomodasi, tuntutan kebutuhan dan keterampilan yang dimiliki; kepemimpinan mnajerial kepala sekolah dalm memberikan orientasi pada masing-masing personal pendidikan; hubungan harmonis antara pihak internal dan eksternal.
Ukuran partisipasi masyarakat menurut Fattah (2004:114) diukur dengan keikutsertaan masyarakat biaya sekolah baik yang masuk kategori bantuan pembangunan yang populer dengan istilah Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) maupun iuran bulanan peserta didik. Menurut UUSPN No. 20 tahun 2003 Pasal 56 Ayat 3 komite sekolah adalah sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arah dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Dewan pendidikan adalah suatu badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalam peningkatan mutu, pemerataan, dan efesiensi pengelolaan pendidikan.
Kepmendiknas No. 044/U/2002 tentang dewan Pendidikan dijelaskan bahw tujuan Dewan Pendidikan (1) mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di sekolah; (2) meningkatkan tanggung jawab dan peran serta aktif dari seluruh masyarakat dalm penyelenggaraan pendidikan; dan (3) menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Mengelola stakeholder sekolah, pada umumnya stakeholder dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yakni stakeholder internal dan stakeholder eksternal. Stakeholder internal relatif mudah untuk dikendalikan dan bekerja untuk komunikasi interen bias diserahkan pada bagian lain seperti wakil kepala sekolah sejenis tidak hanya mengagkat calon-calon peserta didik terbaik atau mempertahankannya, tetapi menagkap dan mempertahankan manajer sekolah, guru, dan tenaga kependidikan serta karyawannya yang sudah teruji mampu mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas sekolah. Sedangkan stakeholder eksternal adalah unsur-unsur yang berada di luar kendali sekolah. Peserta didik dan orang tua peserta didik sebagai konsumen sekolah adalah raja yang mempunyai hak untuk memilih layanan belajarnya sendiri. Peserta didik dan orang tua peserta didik banyak diperebutkan oleh sekolah, sedikit sekali sekolah yang bias membujuk pemerintah untuk memerbitkan peraturan yang menguntungkan.
Dalam lingkungan yang stabil sekolah cenderung didesain secara mekanisme, yaitu cenderung mengandalkan peraturan, prosedur, dan lebih birokratis.
Manajemen sekolah akan lebih efektif jika para pengelola pendidikan (sekolah dan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota) mampu melibatkan stakeholder terutama peningkatan peran serta masyarakat dalam menentukan kewenangan, pengadministras, dan inovasi kurikulum yang dilakukan oleh masing-masing sekolah. Inovasi kurikulum lebih menekankan pada keadilan (equitas) peserta didik di atas rata-rata mendapatkan perlakuan dan penyesuaian kurikulum demikian juga peserta didik sebaliknya. Kemudian pemerataan bagi semua peserta didik didasarkan atas kebutuhan peserta didik dan masyarakat lingkungannya. Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dan kemampuannya mendayagunakan seluruh potensi sekolah dalam membangun kerja sama yang baik terhadap seluruh unsure sekolah adalah sangat penting baik secara internal maupun external. Keefektifan merupakan hasil sejumlah variable termasuk perkembangan lingkungan, teknologi, kesempatan baik, kecakapan perseorangan, dan motivasi sehingga tercapai tujuan sekolah sesuai yang ditargetkan.

Kamis, 14 Mei 2009

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007

SALINAN
PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2007
TENTANG
STANDAR SARANA DAN PRASARANA
UNTUK SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH (SD/MI),
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH
(SMP/MTs), DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH
ALIYAH (SMA/MA)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 48
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar
Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA);
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
2
3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan
Tatakerja Kementerian Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 62 Tahun 2005;
4. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004
mengenai pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Keputusan Presiden Nomor 31/P Tahun 2007;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
TENTANG STANDAR SARANA DAN PRASARANA
UNTUK SEKOLAH DASAR/MADRASAH
IBTIDAIYAH (SD/MI), SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH (SMP/MTs),
DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH
ALIYAH (SMA/MA).
Pasal 1
(1) Standar sarana dan prasarana untuk sekolah dasar/madrasah
ibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasah
tsanawiyah (SMP/MTs), dan sekolah menengah atas/madrasah
aliyah (SMA/MA) mencakup kriteria minimum sarana dan kriteria
minimum prasarana.
(2) Standar Sarana dan Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal 2
Penyelenggaraan pendidikan bagi satu kelompok pemukiman permanen
dan terpencil yang penduduknya kurang dari 1000 (seribu) jiwa dan
yang tidak bisa dihubungkan dengan kelompok yang lain dalam jarak
tempuh 3 (tiga) kilo meter melalui lintasan jalan kaki yang tidak
membahayakan dapat menyimpangi standar sarana dan prasarana
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
3
Pasal 3
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Juni 2007
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD
BAMBANG SUDIBYO
Salinan sesuai dengan aslinya.
Biro Hukum dan Organisasi
Departemen Pendidikan Nasional.
Kepala Bagian Penyusunan Rancangan
Peraturan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum I.
Muslikh, S.H.
NIP.131479478

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007

PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2007
TENTANG
PERUBAHAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG
STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006
TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN UNTUK SATUAN
PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
Menimbang : bahwa dalam rangka perluasan akses sosialisasi Standar Isi dan
Standar Kompetensi Lulusan, perlu mengubah Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23
Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah;
Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4496);
2. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun
2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20/P Tahun
2005;
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah;
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERUBAHAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22
TAHUN 2006 TENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUAN
PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DAN PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006
TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN UNTUK
SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.
Pasal I
Beberapa Ketentuan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24
Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah diubah sebagai berikut.
1. Ketentuan dalam Pasal 1 ayat (4) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
(4) Satuan pendidikan dapat mengadopsi atau mengadaptasi model
kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun
oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan
Nasional bersama unit utama terkait.
2. Ketentuan dalam Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah:
a. menggandakan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan
menengah, dan model kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan
menengah, serta mendistribusikannya kepada setiap satuan pendidikan
secara nasional;
b. melakukan bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum
yang didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun
2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah.
c. melakukan usaha secara nasional agar sarana dan prasarana satuan
pendidikan dasar dan menengah dapat mendukung penerapan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Februari 2007
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD.
BAMBANG SUDIBYO

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007

Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia
Nomor 41 Tahun 2007
Tentang
STANDAR
Proses
UNTUK SATUAN PENDIDIKAN
DASAR DAN MENENGAH
Badan Standar Nasional Pendidikan
Tahun 2007

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, taufiq, dan hidayahNya, sehingga Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah menyelesaikan
Standar Proses untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar ini dikembangkan oleh tim adhoc selama delapan bulan pada tahun 2006. Tim adhoc ini dibentuk oleh BSNP, dan anggota tim ini terdiri dari para ahli dan praktisibidang
pendidikan. Alhamdulillah standar proses ini telah menjadi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 tahun 2007, tentang Standar Proses untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Pengembangan standar proses ini melalui perjalanan yang cukup panjang yaitu: temu awal, pengakajian bahan dasar,
pengumpulan data lapangan, pengolahan data lapangan, penyusunan naskah akademik, penyusunan draf standar, reviu
draf standar dan naskah akademik, validasi draf standar dan naskah akademik, lokakarya pembahasan draf standar dan naskah akademik, pembahasan draf standar dengan Unit Utama Depdiknas, finalisasi draf standar dan naskah akademik untuk uji publik, uji publik yang melibatkan pihak-pihak terkait dalam skala yang lebih luas, finalisasi draf standar dan naskah akademik, dan terakhir rekomendasi draf final standar proses dan naskah akademik. BSNP juga membahas dalam setiap
perkembangan draf standar dan naskah akdemik.
BSNP menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih
kepada semua anggota tim ad hoc yang telah bekerja giat dengan semangat yang tinggi serta kepada semua pihak yang telah memberi masukan pada draf standar proses dan naskah akademiknya. Semoga buku ini dapat digunakan sebagai
acuan dalam pelaksanaan pendidikan di setiap tingkat
dan jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Jakarta, November 2007, Ketua,
Prof. Djemari Mardapi, Ph.D

Daftar Isi
KATA PENGANTAR......................................................... iii
DAFTAR ISI..................................................................... v
Salinan PERATURAN MENTERI
PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG
STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN
DASAR DAN MENENGAH ............................................. 1
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN
NASIONAL NOMOR 41 TAHUN 2007
TANGGAL 23 NOVEMBER 2007 STANDAR PROSES
UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN
MENENGAH.................................................................... 5
I. PENDAHULUAN....................................................... 5
II. PERENCANAAN PROSES PEMBELAJARAN......... 7
A. Silabus ................................................................ 7
B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ................. 8
C. Prinsip-prinsip Penyusunan RPP......................... 11
III. PELAKSANAAN PROSES PEMBELAJARAN.......... 12
A. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran 12
B. Pelaksanaan Pembelajaran ................................ 14
IV. PENILAIAN HASIL PEMBELAJARAN........................ 18
V. PENGAWASAN PROSES PEMBELAJARAN........... 18
A. Pemantauan......................................................... 18
B. Supervisi.............................................................. 19
C. Evaluasi............................................................... 19
D. Pelaporan............................................................. 20
E. Tindak lanjut......................................................... 20
GLOSARIUM................................................................... 21
SALINAN
PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2007
TENTANG
STANDAR PROSES
UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR
DAN MENENGAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan
Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
perlu menetapkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional tentang Standar Proses
Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
1Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Negara
Republik Indonesia Nomor 4301);
2.Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan
Lembaran
Negara Republik Indonesia
Nomor 4496);
3.Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan
Organisasi, dan Tatakerja Kementerian
Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
4.Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai pembentukan Kabinet Indonesia
Bersatu sebagaimana
telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Keputusan
Presiden Nomor 31/P Tahun 2007;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
TENTANG STANDAR PROSES
UNTUK
SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.
Pasal 1
(1) Standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah
mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran,
dan pengawasan proses pembelajaran.
(2) Standar Proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
pada Lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal 2
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 November 2007
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD.
BAMBANG SUDIBYO
Salinan sesuai dengan aslinya.
Biro Hukum dan Organisasi
Departemen Pendidikan Nasional,
Kepala Bagian Penyusunan Rancangan
Peraturan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum I,
Muslikh, S.H.
NIP 131479478

SALINAN
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
NOMOR 41 TAHUN 2007
TANGGAL 23 NOVEMBER 2007
STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN
DASAR DAN MENENGAH
I. PENDAHULUAN
Dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan
nasional. Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya
sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga
mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Terkait dengan visi tersebut telah ditetapkan serangkaian prinsip penyelenggaraan pendidikan untuk dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan. Salah satu prinsip tersebut adalah pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang ber5
langsung sepanjang hayat. Dalam proses tersebut diperlukan guru yang memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Implikasi dari prinsip ini adalah pergeseran paradigma proses pendidikan, yaitu dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan,
dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien.
Mengingat kebhinekaan budaya, keragaman latar belakang
dan karakteristik peserta didik, serta tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu, proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran harus fleksibel, bervariasi, dan memenuhi standar. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan salah satu standar yang harus dikembangkan adalah standar proses. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan. Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan
pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar proses ini berlaku untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pada
jalur formal, baik pada sistem paket maupun pada sistem kredit semester.
Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran,
dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya
proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
II. PERENCANAAN PROSES
PEMBELAJARAN
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi
dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
A. Silabus
Silabus
sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber
belajar. Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan
(SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam pelaksanaannya, pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah
Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan. Pengembangan silabus disusun
di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung
jawab di bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan
untuk SMA dan SMK, serta departemen yang menangani
urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.
B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
RPP
dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan
belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun
RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
RPP
disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.
Komponen RPP adalah :
1. Identitas mata pelajaran
Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran
atau tema pelajaran, jumlah pertemuan.
2. Standar kompetensi
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan
minimal peserta didik yang menggambarkan
penguasaan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.
3. Kompetensi dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu
sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi
dalam suatu pelajaran.
4. Indikator pencapaian kompetensi
Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian
mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional
yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
5. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil
belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik
sesuai dengan kompetensi dasar.
6. Materi ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur
yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.
7. Alokasi waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk
pencapaian KD dan beban belajar.
8. Metode pembelajaran
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembela
jaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan
metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi
dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap
indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/MI.
9. Kegiatan pembelajaran
a. Pendahuluan
Pendahuluan
merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk
membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
b. Inti
Kegiatan
inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
c. Penutup
Penutup
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan,
penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak
lanjut.
10. Penilaian hasil belajar
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar
disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi
dan mengacu kepada Standar Penilaian.
11. Sumber belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.
C. Prinsip-prinsip Penyusunan RPP
1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.
2. Mendorong partisipasi aktif peserta didik
Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas,
inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar.
3. Mengembangkan budaya membaca dan menulis
Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan
kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan,
dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
4. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut
RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.
5. Keterkaitan dan keterpaduan
RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi,
penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan
pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi
RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi,
sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
III. PELAKSANAAN PROSES
PEMBELAJARAN
A. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran
1. Rombongan belajar
Jumlah maksimal peserta didik setiap rombongan belajar
adalah:
a. SD/MI : 28 peserta didik
b. SMP/MT : 32 peserta didik
c. SMA/MA : 32 peserta didik
d. SMK/MAK : 32 peserta didik
2. Beban kerja minimal guru
a. beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, membim12
bing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan
tugas tambahan;
b. beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada huruf
a di atas adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh
empat) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
2. Buku teks pelajaran
a. buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh sekolah/
madrasah dipilih melalui rapat guru dengan pertimbangan komite sekolah/madrasah dari buku-buku teks pelajaran yang ditetapkan oleh Menteri;
b. rasio buku teks pelajaran untuk peserta didik adalah 1 : 1 per mata pelajaran;
c. selain buku teks pelajaran, guru menggunakan buku panduan guru, buku pengayaan, buku referensi
dan sumber belajar lainnya;
d. guru membiasakan peserta didik menggunakan buku-buku dan sumber belajar lain yang ada di perpustakaan
sekolah/madrasah.
3. Pengelolaan kelas
a. guru mengatur tempat duduk sesuai dengan karakteristik
peserta didik dan mata pelajaran, serta aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan;
b. volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat didengar dengan baik oleh peserta didik;
c. tutur kata guru santun dan dapat dimengerti oleh peserta didik;
d. guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kecepatan
dan kemampuan belajar peserta didik;
e. guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenya13
manan, keselamatan, dan kepatuhan pada peraturan
dalam menyelenggarakan proses pembelajaran;
f. guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap
respons dan hasil belajar peserta didik selama
proses pembelajaran berlangsung;
g. guru menghargai peserta didik tanpa memandang latar belakang agama, suku, jenis kelamin, dan status
sosial ekonomi;
h. guru menghargai pendapat peserta didik;
i. guru memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi;
j. pada tiap awal semester, guru menyampaikan silabus
mata pelajaran yang diampunya; dan
k. guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran
sesuai dengan waktu yang dijadwalkan.
B. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan
pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti dan kegiatan penutup.
1. Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
a. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
b. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
c. menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai;
d. menyampaikan cakupan materi dan penjelasan
uraian
kegiatan sesuai silabus.
2. Kegiatan Inti
Pelaksanaan
kegiatan inti merupakan proses pembelajaran
untuk mencapai KD yang dilakukan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kegiatan
inti menggunakan metode yang disesuaikan
dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran,
yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
a. Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1) melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip
alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber;
2) menggunakan beragam pendekatan pembelajaran,
media pembelajaran, dan sumber belajar lain;
3) memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan,
dan sumber belajar lainnya;
4) melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap
kegiatan pembelajaran; dan
5) memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan
di laboratorium, studio, atau lapangan.
b. Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
1) membiasakan peserta didik membaca dan menulis
yang beragam melalui tugas-tugas tertentuyang
bermakna;
2) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan
gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
3) memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis,
menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;
4) memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
5) memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;
6) memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
7) memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok;
8) memfasilitasi peserta didik melakukan pameran,
turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan;
9) memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya
diri peserta didik.
c. Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
1) memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun
hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,
2) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi
dan elaborasi peserta didik melalui berbagai
sumber,
3) memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,
4) memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:
a) berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator
dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar;
b) membantu menyelesaikan masalah;
c) memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi;
d) memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;
e) memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.
3. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
a. bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran;
b. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten
dan terprogram;
c. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
d. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan
konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas
individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
e. menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya.
IV. PENILAIAN HASIL PEMBELAJARAN
Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan
hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram
dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk
tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.
V. PENGAWASAN PROSES
PEMBELAJARAN
A. Pemantauan
1. Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran.
2. Pemantauan dilakukan dengan cara diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara,
dan dokumentasi.
3. Kegiatan pemantauan dilaksanakan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan.
B. Supervisi
1. Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran.
2. Supervisi pembelajaran diselenggarakan dengan cara pemberian contoh, diskusi, pelatihan, dan konsultasi.
3. Kegiatan supervisi dilakukan oleh kepala dan pengawas
satuan pendidikan.
C. Evaluasi
1. Evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukan
kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.
2. Evaluasi proses pembelajaran diselenggarakan dengan
cara:
a. membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan
guru dengan standar proses,
b. mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pembelajaran
sesuai dengan kompetensi guru.
3. Evaluasi proses pembelajaran memusatkan pada keseluruhan
kinerja guru dalam proses pembelajaran.
D. Pelaporan
Hasil
kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasiproses
pembelajaran dilaporkan kepada pemangku kepentingan.
E. Tindak lanjut
1. Penguatan dan penghargaan diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar.
2. Teguran yang bersifat mendidik diberikan kepada guru yang belum memenuhi standar.
3. Guru diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan/penataran
lebih lanjut.
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD.
BAMBANG SUDIBYO
Salinan sesuai dengan aslinya.
Biro Hukum dan Organisasi
Departemen Pendidikan Nasional,
Kepala Bagian Penyusunan Rancangan
Peraturan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum I,
Muslikh, S.H.
NIP 131479478

GLOSARIUM
Afektif:
Berkaitan dengan sikap, perasaan dan nilai.
Alam takam-
bang jadi guru:
Menjadikan alam dalam lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, tempat berguru.
beban kerja
guru:
1. Sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dalam
satu minggu, mencakup kegiatan pokok merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan (UU No. 14 Tahun 2005 Pasal 35 ayat 1 dan 2).
2. Beban maksimal dalam mengorganisasikan proses belajar dan pembelajaran yang bermutu:
SD/MI/SDLB 27 jam @ 35 menit, SMP/MTs/
SMPLB 18 jam @ 40 menit, SAM/MA/SMK/MAK/SMALB 18 jam @ 45 menit (Standar Proses).
Belajar:
Perubahan yang relatif permanen dalam kapasitas
pribadi seseorang sebagai akibat pengolahan
atas pengalaman yang diperolehnya dan praktik yang dilakukannya.
belajar aktif:
Kegiatan mengolah pengalaman dan atau praktik dengan cara mendengar, membaca, menulis, mendiskusikan,
merefleksi rangsangan, dan memecahkan
masalah.
belajar mandiri:
Kegiatan atas prakarsa sendiri dalam menginternalisasi
pengetahuan, sikap dan keterampilan,
tanpa tergantung atau mendapat bimbingan
langsung dari orang lain.
Budaya membaca menulis:
Semua kegiatan yang berkenaan dengan kemampuan
berbahasa (mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis). Proses penulisan
dilakukan dengan keterlibatan peserta didik dengan tahapan kegiatan: pra penulisan, buram 1, revisi, buram 2, pengecekan tanda baca,
dan terakhir publikasi di mana peserta didik menentukan karyanya dimuat di buku kelas, mading,
majalah sekolah, atau majalah yang ada di daerah setempat.
Daya saing:
Kemampuan untuk menunjukkan hasil lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna.
indikator kompetensi:
Bukti yang menunjukkan telah dikuasainya kompetensi
dasar
klasikal:
Cara mengelola kegiatan belajar dengan sejumlah
peserta didik dalam suatu kelas, yang memungkinkan belajar bersama, berkelompok dan individual.
kognitif:
Berkaitan dengan atau meliputi proses rasional untuk menguasai pengetahuan dan pemahaman konseptual. Periksa taksonomi tujuan belajar kognitif.
kolaboratif:
Kerjasama dalam pemecahan maalah dan atau penyelesaian suatu tugas dimana tiap anggota melaksanakan fungsi yang saling mengisi dan melengkapi.
kolokium:
Suatu kegiatan akademik dimana seseorang mempresentasikan
apa yang telah dipelajari kepada
suatu kelompok atau kelas, dan menjawab
pertanyaan mengenai presentasinya dari anggota kelompok atau kelas.
kompetensi:
1. Seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung
jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.
2. Keseluruhan sikap, keterampilan, dan pengetahuan
yang dinyatakan dengan ciri yang dapat diukur.
kompetensi dasar (KD):
Kemampuan minimal yang diperlukan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan efektif.
kooperatif:
Kegiatan yang dilakukan dalam kelompok demi untuk kepentingan bersama (mutual benefit).
metakognisi:
Kognisi yang lebih komprehensif, meliputi pengetahuan
strategik (mampu membuat ringkasan, menyusun struktur pengetahuan), pengetahuan tentang tugas kognitif (mengetahui tuntutan kognitif
untuk berbagai keperluan), dan pengetahuan
tentang diri (Briggs menggunakan istilah “prinsip”).
paradigma:
Cara pandang dan berpikir yang mendasar.
pembelajaran:
(1) Proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU Sisdiknas);
(2) Usaha sengaja, terarah dan bertujuan oleh seseorang atau sekelompok orang (termasuk
guru dan penulis buku pelajaran) agar orang lain (termasuk peserta didik), dapat memperoleh pengalaman yang bermakna.
Usaha ini merupakan kegiatan yang berpusat
pada kepentingan peserta didik.
pembelajaran berbasis masalah:
Pengorganisasian proses belajar yang dikaitkan dengan masalah konkret yang dapat ditinjau dari berbagai disiplin keilmuan atau mata pelajaran. Misalnya masalah “bencana alam” yang ditinjau dari pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, IPS, dan Agama.
pembelajaran berbasis proyek:
Pengorganisasian proses belajar yang dikaitkan
dengan suatu objek konkret yang dapat ditinjau
dari berbagai disiplin keilmuan atau mata
pelajaran. Misalnya objek “sepeda” yang ditinjau dari pelajaran Bahasa, IPA, IPS, dan Penjasorkes.
penilaian otentik:
Usaha untuk mengukur atau memberikan penghargaan
atas kemampuan seseorang yang benar-benar menggambarkan apa yang dikuasainya. Penilaian ini dilakukan dengan berbagai
cara seperti tes tertulis, kolokium, portofolio,
unjuk kerja, unjuk tindak (berdikusi, berargumentasi, dan lain-lain), observasi dan lain-lain.
portofolio:
Suatu berkas karya yang disusun berdasarkan sistematika tertentu, sebagai bukti penguasaan atas tujuan belajar.
prakarsa:
Daya atau kemampuan seseorang atau lembaga untuk memulai sesuatu yang berdampak positif terhadap diri dan lingkungannya.
reflektif:
Berkaitan dengan usaha untuk mengolah atau mentransformasikan rangsangan dari
penginderaan
dengan pengalaman, pengetahuan,
dan kepercayaan yang telah dimiliki.
remedi:
Usaha pengulangan pembelajaran dengan cara yang lain setelah dilakukan diagnosa masalah belajar.
sistematik:
Usaha yang dilakukan secara berurutan agar tujuan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.
sistemik:
Holistik: cara memandang segala sesuatu sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dengan bagian lain yang lebih luas.
standar isi (SI):
Ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi
tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi
mata pelajaran, dan silabus pembelajaran
yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada
jenjang dan jenis pendidikan tertentu (PP 19 Tahun 2005).
standar kom-petensi (SK):
Ketentuan pokok untuk dijabarkan lebih lanjut
dalam serangkaian kemampuan untuk melaksanakan
tugas atau pekerjaan secara efektif.
standar kompetensi lulusan (SKL):
Ketentuan pokok untuk menunjukkan kemampuan
melaksanakan tugas atau pekerjaan setelah
mengikuti serangkaian program pembelajaran.
strategi:
Pendekatan menyeluruh yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai suatu tujuan dan biasanya dijabarkan dari pandangan falsafah atau teori tertentu.
sumber belajar:
Segala sesuatu yang mengandung pesan, baik yang sengaja dikembangkan atau yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan pengalaman dan atau praktik yang memungkinkan terjadinya
belajar. Sumber belajar dapat berupa narasumber,
buku, media non-buku, teknik dan lingkungan.
taksonomi tujuan belajar kognitif:
(1) Meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi (Benjamin
Bloom dkk, 1956).
(2) Terdiri atas dua dimensi, yaitu dimensi pengetahuan
yang terdiri atas faktual, konseptual, prosedural, dan metakognisi, dan dimensi proses kognitif yang meliputi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi dan mencipta (Lorin W. Anderson dkk, 2001, sebagai revisi
dari taksonomi Bloom dkk.).
tematik:
Berkaitan dengan suatu tema yang berupa subjek atau topik yang dijadikan pokok pembahasan.
Contoh: pembelajaran tematik di kelas I SD dengan tema ”Aku dan Keluargaku”. Tema tersebut dijadikan dasar untuk berbagai mata pelajaran, termasuk Bahasa Indonesia, Agama, Matematika dan lain-lain.